Hukum acara ganti rugi pengadaan tanah
Asas Lex specialis derogat legi generali berlaku pada hukum acara dalam perkara tuntutan ganti rugi & konsinyasi pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah Perma No. 3 Tahun 2016 Tentang Tata cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian Ke Pengadilan Negeri/Konsinyasi Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang akan menjadi pedoman didalam setiap penanganan perkara terkait bentuk dan atau besarnya ganti rugi dan upaya hukum terhadap konsinyasi pengadaan tanah tersebut.
Lalu dalam hal apa sajakah sifat kekhususan hukum acara dimaksud diatas ? Terdapat 2 (dua) hal yakni pertama: tata cara pengajuan keberatan atas bentuk dan atau besarnya ganti rugi beserta upaya hukum yang diatur khusus, dan kedua: konsinyasi ganti rugi pengadaan tanah. Bahasan keduanya adalah sebagaimana diuraikan dibawah ini.
TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN
TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN
- Bentuk keberatan adalah Permohonan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri setempat;
- Keberatan terhadap bentuk dan atau besarnya ganti rugi pengadaan tanah harus diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah musyawarah penetapan ganti kerugian;
- Terhadap keputusan pengadilan atas permohonan ini tidak dapat dilakukan upaya hukum BANDING, tetapi Kasasi kepada Mahkamah Agung;
- Kasasi diajukan paling lama 14 (empat belas) hari sejak putusan pengadilan diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum yang dihadiri para pihak;
- Memori kasasi wajib diajukan paling lama 7 (tujuh) hari sejak pernyataan kasasi;
- Putusan kasasi merupakan putusan akhir yang bersifat final dan mengikat yang tidak tersedia upaya hukum Peninjauan Kembali.
KONSINYASI GANTI RUGI PENGADAAN TANAH
Konsinyasi didalam Perma No. 3 Tahun 2016 ini hanya mengatur tentang kriteria terhadap perkara apa saja yang boleh terhadapnya dilakukan konsinyasi dan tata cara yang harus ditempuh oleh pemerintah untuk melaksanakannya.
Perma ini memang tidak mengatur khusus upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan terhadap penetapan konsinyasi ini. Namun ketentuan peralihan pada perma ini menyatakan bahwa ketentuan hukum acara perdata tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam perma ini.
CATATAN KAMI
Terdapat satu hal yang menurut hemat kami perlu dipertegas didalam perma ini yaitu setiap kali menyebutkan jumlah hari, tidak secara tegas dinyatakan apakah "hari kerja" atau bukan hari kerja. Perhatikan kalimat setelah kata 14 (empat belas) hari pada ketentuan bunyi pasal 21 ayat 2 Perma No. 3 Tahun 2016 sbb : "Permohonan kasasi diajukan paling lama 14 (empat belas) hari sejak putusan Pengadilan diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum yang dihadiri oleh para pihak". Tampak jelas tidak ada penegasan setelah kata "hari", tidak ada penambahan kata "kerja". Penggunaan kata “hari kerja”, mengisyaratkan bahwa yang dihitung hanyalah hari kerja, sedangkan hari libur tidak dihitung dalam menentukan jangka waktu 14 hari pengajuan upaya hukum kasasi.
Hal ini menjadi sangat penting manakala terdapat pengajuan permohonan keberatan yang tidak sesuai dengan ketentuan ini, yaitu misalnya dianggap terlambat 1 hari, maka permohonan akan dinyatakan TIDAK DITERIMA/Niet Ont Vankelijke Verklaard.
Perumusan kalimat pada perma sebagaimana diuraikan diatas yang tidak menyebut secara tegas sebagai hari kerja atau bukan hari kerja, kami berpendapat bahwa hal tersebut haruslah dimaknai sebagai hari kerja. Mengapa demikian, karena pada umumnya pembuat undang-undang setiap kali terdapat perumusan serupa diartikan sebagai hari kerja.
Bagi anda yang saat ini sedang menghadapi persoalan hukum pengadaan tanah untuk kepentingan umum, kantor advokat kami dapat membantu anda memperjuangkan hak-hak anda sebagai pemilik tanah, bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya.
(To be continued...)