Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Apakah anak perempuan tunggal menghijab menghalang saudara kandung pewaris ?

anak perempuan tunggal menghijab saudara kandung pewaris

Pertanyaan: Izin bertanya / konsultasi hukum kepada team advokatmedan.com terkait dengan hukum waris Islam, saya mendapat nomor tel./wa ini dari rekomendasi teman yang pernah menjadi klien advokatmedan.com dalam kasus sengketa/gugatan waris Pengadilan Agama Medan. Nama saya C tinggal di Medan, kedua orang tua saya telah meninggal dunia di Medan dan beragama Islam. Ayah saya A meninggal tanggal 2 Januari 2022 dan ibu saya B meninggal dunia tanggal 15 April 2022. Saya merupakan anak satu-satunya (perempuan) tapi ibu dari ayah saya yang bernama E masih hidup sedangkan ayah D telah meninggal lebih dulu dan ayah saya A memiliki saudara kandung L,K,J,I yang masih hidup, sedangkan ibu saya B hanya memiliki satu saudara kandung yaitu H tapi telah meninggal lebih dulu. Kedua orang tua ibu saya (F,G) telah meninggal lebih dulu. Pertanyaannya adalah apakah saudara kandung ayah saya yaitu L,K,J,I berhak menjadi ahli waris dari ayah saya A ? 

Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan anda. Berdasarkan penjelasan anda, kami tuangkan ke dalam bentuk bagan kewarisan seperti gambar diatas. Pertanyaan serupa sering diajukan kepada kami terkait apakah anak perempuan sebagai hijab terhadap kewarisan ashabah bin-nafsih/saudara kandung pewaris.

Sepanjang pengetahuan team advokatmedan.com terdapat beberapa pendapat mengenai makna "walad" dalam Surat An Nisa ayat 176 tentang kedudukan anak perempuan mewarisi bersama saudara kandung pewaris. Pendapat-pendapat tersebut diantaranya:
1). Pendapat ulama Syiah makna walad adalah anak laki-laki maupun anak perempuan;
2). Pendapat Ibnu Abbas bahwa anak laki-laki yang dapat menghijab saudara laki-laki dan saudara perempuan pewaris, anak perempuan hanya dapat menghijab saudara perempuan kandung pewaris;
3). Pendapat jumhur ulama makna walad tersebut adalah anak laki-laki saja, tidak termasuk perempuan;

Dalam praktik berperkara di Pengadilan Agama terdapat yurisprudensi yang diikuti oleh majelis hakim sebagai berikut:

1). Putusan Mahkamah Agung No. 86 K/AG/1994 yang menyatakan selama ada anak baik laki-laki maupun perempuan, maka saudara pewaris terhijab untuk mendapat warisan. 

2). Buku Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2013, Edisi Revisi, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Buku II Bagian II Teknis Peradilan Sub 2 Pedoman Khusus bagian b. Kewarisan point 5 huruf a) berbunyi: “Anak laki-laki maupun perempuan serta keturunannya menghijab saudara (sekandung, seayah, seibu) dan keturunannya, paman dan bibi dari pihak ayah dan ibu serta keturunannya.

3). Putusan No. 2115/Pdt.G/2012/PA.Kab.Kdr majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa:

"Menimbang bahwa para Penggugat dalam gugatannya mendalilkan bahwa Penggugat I sampai dengan Penggugat IV adalah saudara kandung dari Pewaris bernama SUNTIATI (pewaris), sedangkan Penggugat V adalah anak kandung dari saudara kandung Pewaris (ahli waris pengganti) yang bernama SUSANTO bin ISTAMAR bin JOYO SUPARTO/SUMIDI.

Menimbang, bahwa baik dari sisi Pewaris I maupun Pewaris II, Ketika meninggal dunia sama-sama meninggalkan seorang anak, yakni YUYUK INDRI ASTUTIK yang kini berposisi sebagai Tergugat

Menimbang, bahwa dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 176, Allah SWT berfirman yang artinya:

“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudara perempuannya itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan dia (saudaranya yang laki-laki) mempusakai (seluruh harta saudara perempuan) jika ia tidak mempunyai anak . Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka keduanya dua pertiga harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka terdiri dari saudara laki-laki dan perempuan, maka untuk yang laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan....”;

Menimbang, bahwa lafaz “jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudara perempuannya itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan dia (saudaranya yang laki-laki) mempusakai (seluruh harta saudara perempuan) jika ia tidak mempunyai anak…” mempunyai maksud bahwa saudara (baik laki-laki maupun perempuan) mendapat bagian harta waris apabila pewaris tidak memiliki anak. Dengan demikian mafhum mukholafah (pemahaman terbalik)-nya, dari ayat tersebut adalah jika Pewaris meninggalkan anak, maka saudara terhalang (terhijab) oleh anak untuk mendapat harta waris.

Menimbang, bahwa menurut majelis hakim lafaz walad dalam surat an-Nisa’ 176 tersebut adalah anak laki-laki maupun anak perempuan. Hal ini juga sejalan lafaz walad yang sebenarnya telah ditafsirkan sendiri oleh Al-Qur-an pada surat an-Nisa’ ayat 11.

Dalam ayat tersebut lafaz aulaad jelas ditafsirkan sendiri oleh ayat itu yakni mencakup kedua jenis kelamin yaitu (dzakar) laki-laki dan (untsa) perempuan. Jika lafaz walad diartikan anak laki-laki saja tentu pemaknaan tersebut merupakan reduksi besar-besaran terhadap firman Allah serta menyalahi salah satu keistimewaan Bahasa arab yang memiliki kosa-kata berbentuk maskulin yang sekaligus mengandung arti feminim, karena dalam bahasa Arab tidak dijumpai pemakaian kata waladah untuk anak perempuan;

Menimbang, bahwa dengan demikian selama pewaris masih mempunyai anak dan atau keturunan dalam garis lurus kebawah, maka selamanya saudara tidak dapat mewaris bersama dengan anak dan atau keturunan dari pewaris tersebut.

Menimbang, bahwa dengan demikian para Penggugat (Penggugat I sampai dengan V) dalam kedudukannya sebagai ahli waris dari Pewaris I (HASAN BADRI) dan Pewaris II (SUNTIATI) terhijab hirman oleh Tergugat sebagai anak kandung (walad) Pewaris".

Kami sependapat dengan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 86 K/AG/1994,  Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Buku II Bagian II Teknis Peradilan Sub 2 Pedoman Khusus bagian b. Kewarisan point 5 huruf a) tersebut dan putusan dalam perkara no. 2115/Pdt.G/2012/PA.Kab.Kdr tersebut yang menyatakan bahwa anak perempuan menghijab/menghalang saudara kandung dari pewaris untuk mendapatkan warisan.

Demikian jawaban kami, terima kasih.