Pembatalan Pernikahan
![]() |
Pembatalan Pernikahan |
Pembatalan Pernikahan Menurut UU Perkawinan
Pembatalan Pernikahan berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dapat diajukan bila terdapat salah satu alasan dibawah ini:
- Salah satu pasangan masih terikat dengan pernikahan dengan pasangan lainnya, termasuk pria yang melakukan poligami tanpa izin dari Pengadilan Agama;
- Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang;
- Wali nikah yang tidak sah;
- Pernikahan dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi;
- Apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum;
- Pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri;
- Belum cukup umur;
Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu:
- a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri;
- b. Suami atau isteri;
- c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;
- d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus;
Pembatalan Pernikahan Menurut KHI
Kompilasi Hukum Islam menyatakanPerkawinan batal atau batal demi hukum
apabila:
- suami melakukan perkawinan, sedangkan ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri sekalipun salah satu dari keempat istrinya dalam iddah talak raj`i;
- seseorang menikahi bekas istrinya yang telah dili`annya;
- seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain kemudian bercerai lagi ba`da al dukhul dengan pria tersebut dan telah habis masa idahnya;
- perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut Pasal 8 UU Perkawinan, yaitu :
- a) berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas.
- b) berhubugan darah dalam garis keturunan menyimpang, yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
- c) berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tiri.
- d) berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan dan bibi atau paman sesusuan.
- e) istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dan istri atau istri-istrinya.
Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan terhadap Hak Anak
Dalam Pasal 28 ayat (1) UU Perkawinan dinyatakan bahwa akibat hukum batalnya
suatu perkawinan dimulai setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum
yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
Jika akibat dari adanya perkawinan yang dibatalkan berupa batal demi hukum,
artinya perkawinan dianggap tidak pernah ada, namun demikian keputusan
tersebut tidak berlaku surut terhadap:
- perkawinan yang batal karena salah satu suami atau istri murtad;
- anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Terhadap mereka tidak ada perubahan status, dalam arti ia tetap memiliki bapak dan ibunya walaupun bapak ibunya tersebut dibatalkan perkawinannya. Selanjutnya, mengenai kepada siapa anak-anak itu ikut, hal ini tergantung putusan pengadilan, tetapi biasanya anak yang masih di bawah umur akan ditetapkan mengikuti ibunya;
- pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan beriktikad baik, sebelum keputusan pembatalan perkawinan berkekutan hukum yang tetap;
- Batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya.